
🎬 Tentang filmnya
Film Kucumbu Tubuh Indahku (judul Inggris: Memories of My Body) disutradarai oleh Garin Nugroho dan dirilis di Indonesia pada tahun 2019 (pertama tayang festival 2018).
Film ini terinspirasi oleh perjalanan hidup penari tradisional Jawa yaitu Rianto—seorang penari “lengger” dari Banyumas, Jawa Tengah.
Sinopsis Singkat
- Tokoh utama bernama Juno. Kisahnya diceritakan mulai dari masa kecil, remaja, hingga dewasa.
- Juno kecil hidup dalam kesendirian karena ayahnya pergi. Ia kemudian bergabung dalam sanggar tari lengger, sebuah tradisi lokal di mana laki‑laki bisa menari dandani feminin—atau setidaknya memperagakan tarian yang secara tradisional dikaitkan dengan perempuan.
- Perjalanan hidupnya penuh pengalaman: menjadi penari lengger, berpindah tempat, mengenal berbagai sosok di lingkungan tradisi Jawa — dari sang guru tari, warok, hingga petinju.
- Tema besar: pencarian identitas, tubuh (body), maskulinitas/feminitas, tradisi budaya Jawa, dan bagaimana tubuh merekam trauma serta memori sosial.
✅ Mengapa film ini sangat menarik?

Film ini punya banyak aspek yang membuatnya berbeda dan layak diperhatikan — berikut beberapa di antaranya:
- Eksplorasi Budaya Jawa Nusantara yang Jarang Diangkat
- Film menyoroti tradisi lengger (sebuah tarian tradisional di Jawa, khususnya Banyumas) yang jarang muncul di layar lebar Indonesia.
- Kisah juga memasukkan elemen tradisi seperti warok dan gemblak (dalam konteks budaya Jawa) yang memberikan dimensi budaya lokal yang kuat.
- Dengan demikian, film bukan hanya cerita individu—melainkan juga gambaran tentang warisan budaya yang kompleks.
- Tema Tubuh, Identitas Gender & Seksualitas
- Juno sebagai karakter menantang batasbatas konvensional maskulinitas/feminitas — bagaimana tubuhnya menjadi tempat konflik sosial dan personal.
- Film membuka ruang diskusi: bagaimana budaya dan tubuh saling berkaitan, bagaimana identitas terbentuk dalam konteks tradisi dan modernitas. Sebuah kajian tubuh dan gender yang dalam.
- Di masyarakat yang cenderung konservatif, film ini berani mengangkat isu-isu yang bisa dianggap sensitif, sehingga punya keberanian naratif tersendiri.
- Visual & Sinematografi yang Kuat
- Sutradara Garin Nugroho memang dikenal dengan gaya estetika yang kuat, dan di film ini, sinematografi serta atmosfer tradisional Jawa sangat terasa.
- Pencahayaan, gerak tari, setting desa Jawa, kostum tradisional — semua kontributor penting untuk menjadikan film ini tidak hanya pesan, tetapi juga pengalaman visual.
- Penerimaan Kritis & Prestasi Internasional
- Film ini mendapatkan penghargaan bergengsi di dalam negeri: di Festival Film Indonesia 2019 (FFI 2019) film ini meraih Piala Citra untuk Film Cerita Panjang Terbaik.
- Film juga dipilih sebagai wakil Indonesia untuk ajang Academy Awards 2020 (kategori Film Internasional) walaupun tidak jadi nominasi akhir.
- Review luar negeri pun mengapresiasi film ini sebagai karya yang kuat dari segi budaya, estetika, dan narasi.
- Memancing Dialog & Kontroversi Sosial
- Karena temanya yang berani, film ini sempat menjadi bahan kontroversi di beberapa daerah di Indonesia, serta menjadi diskusi tentang apakah film ini mewakili atau menyimpang dari konteks budaya/tradisi.
- Kontroversi itu sendiri menambah relevansi film ini: bukan hanya hiburan, tapi juga refleksi sosial yang memancing pemikiran.
⚠️ Catatan Penting
- Film ini memiliki rating dewasa (yang sesuai dengan konten dan tema yang diangkat).
- Karena banyak simbolisme dan unsur budaya lokal yang kental, penonton mungkin perlu memahami konteks tradisi Jawa untuk mendapatkan “lapisan” penuh dari cerita. Bahkan ada beberapa penonton yang menyebut: “I saw … a lot of the scenes didn’t have any explanation, … you need the cultural context to understand what was happening.”
- Film bukanlah dokumenter murni, melainkan dramatisasi dari kisah nyata — jadi ada elemen fiksi untuk memperkuat narasi.