
Tarian Narik Sukmo bukan sekadar gerakan estetis, melainkan ritual kuno yang membuka pintu dunia arwah.
Satu per satu warga desa mulai mengalami kematian misterius, dan Kenara bersama pemuda lokal misterius bernama Dierja (diperankan Aliando Syarief) harus mengungkap rahasia kelam yang telah lama dikubur.Investigasi mereka membuka tabir tragedi 20 tahun silam tentang pasangan kekasih Banyu Janggala dan Ratimayu, yang menjadi korban fitnah dan amarah masyarakat desa.
Kutukan dari masa lalu itu kini hidup kembali melalui tarian “Narik Sukmo”, menuntut balas kepada siapa saja yang berani membangunkannya.
Film Narik Sukmo ini tidak hanya menyuguhkan adegan-adegan menyeramkan dengan nuansa hutan dan suara gamelan yang menghantui.
Lebih dari itu, Narik Sukmo menyelipkan kritik sosial tentang bahaya hoaks dan fitnah yang mampu memecah belah masyarakat.
Visual tarian yang koreografinya digarap maestro Elly Luthan memberikan kekuatan artistik tersendiri, menjadikan film ini lebih dari sekadar horor biasa.
Sejak penayangan hari pertama, Narik Sukmo mendapat sambutan positif dari penonton maupun kritikus film.
Akting emosional Febby Rastanty dan chemistry hangat antara tokoh utama membuat kisah ini terasa hidup.
Walaupun alur cerita bagi sebagian penonton horor mungkin terasa sedikit bisa ditebak, namun kekuatan atmosfer dan pesan moralnya tetap berhasil membuat film ini berkesan.
Film ini menambah daftar karya horor Indonesia yang mengangkat budaya lokal dengan cara yang relevan dan segar, menyusul kesuksesan film-film serupa yang menggabungkan unsur mistis dengan nilai-nilai tradisional.